jendela ilmu

Selasa, 18 November 2014

Kristi Muslimah Sejati



Sebuah Cerpen karya Nurlaila Sarah Fatimah

Kristi,, begitulah gadis ini biasa  dipanggil oleh teman-teman dan tetangganya. Mungkin pertama kali mendengar nama ini kita segera terbayang bahwa gadis berkulit putih, bermata sipit dengan tinggi badan 158 cm ini beragama kristen.
Nama lengkapnya adalah Sarah Kristiani, sebuah nama pemberian Ayah dan Ibu yang sangat dicintainya. Arti dari nama itu sendiri sebetulnya sangat sarat makna. “Sarah”, nama yang banyak digunakan di Timur Tengah adalah serapan dari bahasa Ibrani “sa’rah” memiliki arti “pemimpin wanita”.  Sedangkan “Kristiani” tentulah kita dapat menebaknya bahwa kata ini berasal dari kata Kristen. Jadi, arti keseluruhan dari nama tersebut adalah “Pemimpin wanita Kristiani”.
 Gadis keturunan Batak dan Tionghoa ini terlahir di keluarga penganut agama Kristen yang ta’at. Sejak kecil dia selalu didekatkan dengan gereja dan bergaul pun dengan orang-orang gereja. Bahkan, Ayahnya sempat merencanakan bahwa Kristi akan dimasukan ke sekolah biarawati yang nantinya akan menjadi seorang biarawati. Namun, Kristi yang cerdas dan kritis menolak rencana ayahnya tersebut.
“Aku mulai ragu dengan semua ini..” ucap Kristi dalam hatinya. Keresahan hatinya ini terjadi sejak ia membaca sebuah artikel tentang islam. Ia rupanya tertarik dengan ajaran islam, sampai pada akhirnya Ia iseng-iseng membuka Al-Qur’an terjemahan di perpustakaan sekolah. Air matanya meleleh saat membaca kandungan Al-Qur’an.
Karena sangat tersentuh dengan kandungan Al-Qur’an yang dibacanya, Kristi pun berkonsultasi dengan guru agama islam di sekolah. “Pak,, saya boleh minta waktu sebentar?” Tanya Kristi Pada Pak Hasan. Lantas, Pak Hasan pun kaget karena jarang sekali ada siswa non-islam yang mendatanginya. “Oh iya, namamu siapa dan kelas berapa?” Ujar Pak Hasan. “Saya Kristi kelas XII IPA 1.  Saya ingin bertanya mengenai agama islam pak..” Kristi melanjutkan. “Oke, kita ngobrol di depan masjid ya..” Jawabnya. Perbincangan mereka berlangsung cukup lama, sejak bel pulang sekolah pukul 10.00 WIB sampai pukul 15.00 dengan dipotong shalat zuhur dan makan siang. Hari itu memang sedang ujian tengah semester, sehingga sekolah selesai lebih awal.
“Terima kasih atas waktunya pak, saya sudah dijemput pulang.” Kristi pun pamit pulang setelah merasa puas bertanya tentang islam pada Pak Hasan. “Kalo kamu mau bertanya lagi tidak usah sungkan, datangi saja Bapak di ruang guru.” Sambil menutup mushaf, Pak Hasan menawarkan kesediaannya menjadi sumber informasi.
Hidayah oh hidayah, memang datang tak diduga-duga. Ternyata Kristi yang berasal dari penganut agama Kristen yang ta’at ini dengan keberanian penuh berhijrah pada agama islam. Di usia  17 tahun, tepat di hari ulang tahunnya dia mengucapkan dua kalimat syahadat di depan jama’ah masjid Al-Hidayah.
Berita keislamannya sempat menghebohkan seisi komplek tempat Ia tinggal. Bahkan ia pun mendapat cekalan keras dari keluarga dan teman-temannya. Ayah dan Ibu yang selama ini mendidiknya pun turut menentang keislamannya. Namun, pada akhirnya sang Ibu mendukung Kristi meskipun ia sendiri masih menganut agama Kristen. Berbeda dengan Ayahnya yang tak henti-hentinya mencekal keislaman Kristi, sampai pernah melayangkan tamparan di pipi putih Kristi. Cacian dan makian dari ayahnya sendiri menjadi makanan sehari-hari bagi Kristi, tapi dia tetap memperlakukan  ayahnya dengan sangat baik dan penuh kasih sayang.
“Dasar anak tak tau diuntung..”Teriak Ayah dengan suara yang memekik telinga.
“Sudahlah Yah,, walau bagaimana pun Kristi kan anak kita..” Ibu berusaha menenangkan.
“Ayah, aku tetap sayang sama Ayah..”Ujar Kristi.
“Kalau sayang sama Ayah, kamu harus kembali ke agama kita.”Balas Ayah
Dengan keimanan yang teguh, bagaimana pun orang lain membujuk, keislamannya tak akan pernah goyah. “Maafkan Kristi Ayah, tidak bisa..”
Karena tak tega melihat anak semata wayangnya menjadi bulan-bulanan Sang Ayah, akhirnya Ibu merelakan anaknya untuk pindah dari rumah ke rumah temannya yang bernama Aisyah di daerah Bogor. Di rumah sederhana ini Ia dibantu Aisyah mempelajari islam lebih dalam. Mereka sangat akrab dan sudah seperti keluarga sendiri. Oh ya,, Aisyah adalah anak seorang  pedagang sayur, sedangkan ibunya berprofesi sebagai penjahit. Meskipun hidup dengan sangat sederhana, Aisyah dan keluarganya sangat bahagia dan menerima Kristi sebagai keluarga.
Kristi memang cerdas, akhirnya Ia mendapatkan beasiswa di salah satu kampus negeri di Kota Bogor. Di saat yang sama Aisyah pun mendapatkan beasiswa serupa, dengan program study yang berbeda. Prestasi mereka sangat gemilang di kampus, begitupun  dengan aktivitas mereka di organisasi keislaman di kampus.
Sepulang kuliah, Ia tak sengaja bertemu dengan seorang wanita paruh baya lagi janda yang sedang menangis. “Ibu, kalau boleh tahu mengapa Ibu menangis?” Tanya Kristi. “Ibu sedang bingung Neng,, surat tanah rumah ibu mau disita kalau tidak mampu membayar hutang ke Bank keliling sampai bisa membayar dan itu pun dengan bunga yang terus bertambah.”Jawab ibu sambil terisak-isak.
Kristi terdiam lalu bertanya kembali, “Memang hutangnya berapa bu?”
“500 ribu Neng, tapi ditambah bunga jadi 1 juta.”Jawabnya.
“Astagfirullah,, itu kan riba, haram bu..”Papar Kristi.
“Ibu tidak mengerti masalah itu Neng, kalaupun mengerti Ibu tidak akan pinjam uang ke situ.”Sahutnya sedih.
Kristi merasa miris mendengar ceritanya, tak panjang kata ia pun segera mengeluarkan uang 1 juta rupiah yang telah disisihkan dari beasiswa untuk melunasi hutang si Ibu. “Ini bu,,  semoga bermanfaat.” Sambil menyodorkan uang. “Ayo saya antar Ibu untuk bayar hutangnya.”Lanjut Kristi.
“Ya Allah,, Ibu jadi menyusahkan Neng,, terima kasih ya Neng,, mudah-mudahan hidup Eneng berkah..”Kata si Ibu. Mereka pun berjalan menuju rumah petugas Bank keliling.
Setelah selesai melunasi hutang si Ibu, Kristi pun mencari informasi terkait pinjam-meminjam yang dilakukan Bank keliling tersebut. Di tengah pencariannya akan Bank keliling, Ia mendapati beberapa orang yang meminjamkan uang tapi dengan penambahan bunga. Ternyata masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang hukum riba meskipun mereka beragama islam.
Sebagai muslimah yang peduli dengan nasib umat islam, Ia akhirnya berusaha mencari solusi dengan berdiskusi dengan Aisyah dan beberapa temannya di organisasi islam kampus.
Diskusi sudah dilakukan dan tinggal melakukan aksi nyata. Kristi dengan dibantu beberapa temannya turun ke kampung-kampung untuk memberikan penyuluhan mengenai bahaya riba dan pendekatan pada masyarakat agar tidak tergoda meminjam uang pada rentenir dan sejenisnya. Selain itu mereka pun memberikan bantuan dana dan pinjaman bebas bunga yang bersumber dari donator dan hasil usaha mandiri.
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Allah pun melaknat orang-orang yang meminjamkan, meminjam, bahkan yang terkait dengan harta riba…...”Inilah yang disampaikan Kristi saat menerangkan bahaya riba pada masyarakat.
Apa yang dilakukan Kristi dan beberapa temannya tersebut ternyata tidak disukai oleh si pemilik usaha ribawi ini, bahkan sempat diancam dengan pisau. Namun hal ini tak menyurutkan niat pemuda dan pemudi muslim ini dalam memperbaiki masyarakat agar terhindar dari yang haram, khususnya riba.
Suatu malam di jalan menuju rumah, Kristi pulang sendiri karena Aisyah sakit dan tidak bisa ke kampus. Saat itu lima sosok pria bertopeng dan berbaju hitam menyergapnya dari belakang. Ia pun diculik dan dibawa jauh ke sebuah gudang kosong berbentuk rumah panggung di pelosok kampung. Ia tak mampu melawan karena seluruh tubuhnya langsung di ikat tali kencang.
Setelah sadar bahwa Ia diculik, lantas Ia pun berusaha melepaskan diri dari ikatan yang menghambat geraknya. Berbagai cara dilakukan, namun sia-sia karena badannya terlalu lemas tak berdaya. Satu yang tak henti dilakukannya, yaitu berdo’a. Ia sadar betul bahwa do’a adalah senjata muslim.
Tak lama, masuklah lima pria yang menculiknya beserta satu wanita berbaju merah yang berperawakan kasar dan tambun. Kristi ternyata mengenal sosok tersebut.
“Hei, muslimah sok sholehah,, sekarang baru tahu rasa kamu ya..Makanya, jangan berani meracuni masyarakat dengan dakwah kamu itu”Kata wanita berbaju merah tersebut seraya melepaskan penutup mulut yang menempel di mulut Kristi.
“Saya hanya menyampaikan kebenaran..”Jawab Kristi tegas.
“Diam!!! Gara-gara kamu penghasilan saya merosot drastis, tidak ada yang pinjam uang lagi dari saya.”Potong si wanita berbaju merah.
“Yang Anda lakukan itu diharamkan oleh Allah, itu riba.. dan sangat dibenci oleh Allah.”Ucap Kristi berusaha menjelaskan.
“Saya tidak peduli akan hal itu.. Selamat menghabiskan sisa hidupmu di sini.. Tak aka nada yang bias menolongmu, karena gudang ini jauh dari rumah warga.. Ha..ha..ha..”Ancam wanita itu, lalu kembali menutup mulut Kristi dengan lakban hitam.
Sudah tiga hari Kristi terkurung di gudang kosong tersebut, sedangkan tubuhnya bertambah lemas. Yang sanggup dilakukannya adalah berdo’a agar Allah menyelamatkannya. Sungguh luar biasa gadis ini, meskipun menderita Ia tak merasa menyesal telah mendakwahkan tentang riba, Ia niatkan untuk Allah dan jihad. Ia sesekali tertidur dan bermimpi. Ia bermimpi bertemu dengan ibunya yang berkata, “Hentakkan kakimu Nak…” Mimpi yang terjadi berulang-ulang.
“Ibu..ibu..tolong…”Teriak Kristi dalam mimpi. Ia pun terbangun dan shalat dengan gerakan sebisanya. Setelah berdo’a Ia mengingat pesan Ibunya dalam mimpi, lalu kakinya mulai dihentakkan ke bawah berulang-ulang.
Ternyata tanpa diduga, lantai gudang kosong berbentuk rumah panggung tersebut mulai berlubang, hingga rapuh di beberapa bagian. Ia pun terjatuh ke bawah rumah panggung, tak lama Ia berhasil melepaskan ikatan tali yang terlilit. Tanpa pikir panjang, Kristi berlari mencari pertolongan dan sampailah di masjid kampung. Di sana Ia berjumpa dengan seorang marbot, lalu menceritakan semua yang terjadi.
Keesokan harinya mereka langsung melapor kasus penculikan ke pihak kepolisian dan menyerahkan beberapa barang bukti yang berhasil dibawa dari gudang tempat penyekapan. Ia yakin bahwa Allah akan menolongnya keluar dari permasalahan tersebut.
Setelah beberapa bulan kasus itu pun terbonkar, para pelaku termasuk wanita rentenir berbaju merah itu pun dijebloskan ke dalam penjara.
Kristi akhirnya dijemput pulang oleh Ayah dan ibunya, yang ternyata sudah bersyahadat juga. Ungkapan syukur tak henti-hentinya Ia ucapkan. Tak lupa Ia pun ucapkan terima kasih pada sahabatnya “Aisyah”.
Kristi yang kini telah berganti nama menjadi Sarah Islamia telah membuktikan kesungguhannya sebagai muslimah dalam memberantas kemaksiatan dan kemunkaran. Dengan gelar muslimah yang disandangnya memberikan kekuatan yang luar biasa kala ujian menghampirinya, kekuatan itu bersumber dari yang tidak ada duanya, Cintanya yang hakiki, yaitu kekuatan Allah SWT.
Dia bertekad untuk menjadi muslimah yang sholehah dan berdaya guna bagi masyarakat, demi tegaknya panji islam.


Rabu, 06 Maret 2013

Bukan sajak perpisahan



 
Langit senja besiram Sang surya
Berlapis awan yang  beriringan menari nari
Beragam warna terindera mata
Menghibur hati meski ia bukanlah pelangi

Raga mematung jiwa termenung
Di tengah keramaian jalan pemuda- rawamangun
Sekiranya awan cemburu
Mungkin langit jadi sembilu
Sekiranya malam datang tergesa-gesa
Mungkin senja kan putus asa
Karna segala sesuatu memiliki  masa

Senja ini bukanlah senja yang dulu
Kala pertama kita bertemu
Wajah asing penuh lugu
Tersirat keseriusan tetapi lucu


Bertatap muka memulai cakap
Memutar otak mencari kata
Apa kiranya yang hendak diucap..
Perkenalan berjalan singkat
Sungguh sungguh singkat, sesingkat waktu senja

Betapa riang hariku sejak itu
Hari baru, teman baru
Nuansa baru tanpa putih abu abu

Siang berganti malam
Bulan berganti tahun
Jadilah bertahun-tahun
Tanpa terasa kita lewati

Hah..
Sebetulnya Aku curiga
pada waktu yang begitu singkatnya
Apakah Ia murka, karena kita melalaikannya
Aku pun curiga
pada sang malam
Karena sejak mengenalmu aku selalu merindukan siang

Kawan..
Mengenalmu adalah kebahagiaan
Kebahagiaan yang mewariskan rindu
Rindu sang rembulan pada cahaya yang temaram
Juga rindu sang bintang pada gelapnya malam

Kawan..
Perjumpaan kita adalah bagian dari takdir
Sebuah takdir yang indah
Hingga sukar terlupa

Kawan..
Bagiku tak ada kata perpisahan
Selama jiwa masih dalam raganya
Selama kita saling mengingat dalam do’a

Detik yang terpetik tlah mencatat
Tentang mimpiku dan mimpimu
Perjuanganku juga dirimu
Saling mengisi dan memacu
Dalam dimensi ruang dan waktu


Satu hal yang harus kau ingat
Kita adalah teman
Kini dan nanti
Karena kita adalah teman
Teman untuk selamanya..

Oleh: Nurlaila Sarah F.
Jakarta, Maret 2013

Kamis, 18 Oktober 2012

Lima Belas Menit Sebelum Maghrib

Sore tadi..
Lima belas menit sebelum maghrib..
Dahiku menengadah ke langit..

Lima belas menit sebelum maghrib..
Dentuman mesin berhenti..

Lima belas menit seblum maghrib..
Mesin mesin proyek dimatikan..

Lima belas menit yang berarti..

Menginspirasi..

Menghibur..

Penuh sensasi..

Lima belas menit sebelum maghrib..
Tak banyak orang yang menikmati..
Langit begitu mempesona..
Burung-burung beredar searah orang thawaf..
Bulan sabit 2 Dzulhijjah sudah menyapa..

Begitu banyak celah untuk kita bersyukur..
Namun banyak yang kufur..

Mengapa ada orang yang sedemikian frustasi..
Mengapa hari-hari mereka diliputi kata ini:
"STRESS"

Kurang hiburan?
Kurang apa?

Langit-Nya begitu luas tak bertepi..
Pasti rezeki-Nya pun luas terhampar..

Kurang apa lagi??
Mau hiburan?

Sekeliling kita adalah hiburan..

Rintik hujan yang menetes di jendela itu hiburan
Pesona langit senja juga hiburan
Lampu lampu jakarta di malam hari itu hiburan
Bahkan lukisan lembab kamar pun jadi hiburan...

Mengapa kita tak berusaha menikmati??

Pantaslah kalo kita disebut hamba yang kufur
Padahal banyak celah untuk kita bersyukur..

Selasa, 02 Oktober 2012

Sadarku

Sadarku..

kadang ku sadar sadarku tak sadar
kadang ku tak sadar sadarku tak sadar
kadang ku sadar sadarku sadar
kadang ku tak sadar sadarku sadar

Sadarkan sadarmu,
atas kesadaran yang seharusnya sadar
Sadarkan sadarmu,
atas kesadaran yang sadar
Tak sadarkan kesadaranmu,
atas kesadaran yang tak seharusnya sadar

Sadarku..
sadarlah..

Kau Lebih cantik dari bidadari


Wanita adalah sosok yang teramat mulia dalam islam. Dari rahim seorang wanita mulia tersimpan berjuta harapan, yaitu lahirnya generasi rabbani penerus peradaban. Sejarah mencatat bahwa dalam peradaban-peradaban sebelum islam wanita direndahkan bahkan hanya dijadikan peampiasan birahi para lelaki. Namun, setelah islam datang dengan membawa rahmat bagi semesta alam menjadikan wanita sebagai sosok yang mulia. Saking mulianya seorang wanita, ribuan bala tentara muslim diturunkan ketika ada seorang muslimah yang dihinakan. Untuk menjaga kehormatan wanita, disyari’atkanlah jilbab sebagai penutup aurat. Tujuan disyari’atkannya jilbab bagi wanita bukan untuk membatasi gerak wanita dan mengekang wanita, melainkan untuk menjaga segala keindahan yang ada pada diri seorang wanita sehingg tidak sembarang orang dapat menikmatinya secara liar. Wanita muslimah ibarat ratu, tidak bisa sembarang lelaki menyentuh dan mempermainkannya. Oleh karena itu bagi seorang wanita muslimah hendaknya menjaga dirinya dengan jilbabnya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Annur ayat 31, “Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah merek menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali pada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka.”

Syurga terhampar luas bagi para wanita muslimah yang menjalankan syari’ah-Nya termasuk kewajibannya menutup aurat mereka dengan syarat hanya diniatkan untuk meraih ridho Allah SWT. Jilbab dan amal saleh para wanita muslimah akan mengundang kecintaan Allah dan mengantarkan mereka ke jannah-Nya.
Semua wanita mendambakan dirinya bisa tampil cantik jelita, dan ini merupakan hal yang wajar. Jika wanita berhasil meraih jannah, yang kelak ia dapatkan bahkan jauh lebih cantik dari apa yang ia bayangkan sebagai wanita tercantik di dunia. Allah akan mengembalikan ia ke usia muda dan gadis. Lebih dari itu, para wanita di dunia ketika masuk jannah maka akan lebih cantik daripada bidadari syurga bahkan berlipat ganda, tergantung dengan tingkat ibadahnya kepada Allah.

Oleh karena itu, berbahagialah para wanita muslimah yang telah berupaya beribadah dan beramal saleh hanya karena mengharap ridho Allah, serta berjuang untuk menjaga kehormatannya dengan jilbabnya karena kelak mereka akan menjadi wanita yang dirindukan syurga dan menjadi wanita yang lebih cantik dari bidadari.

Syurga untuk Wanita


Setiap orang menginginkan sebuah kenikmatan dan kebahagiaan, baik laki-laki maupun perempuan. Kenikmatan yang abadi hanya dapat dirasakan pada kehidupan yang abadi, yaitu di syurga. Adapun syurga tidak hanya dipreuntukan bagi kaum laki-laki saja, tapi juga untuk wanita. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 133 yang artinya, “Disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” Serta dalam surat An-Nisa ayat 124 yang berbunyi “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik pria maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam jannah dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”
Seorang wanita hendaknya tidak bertele-tele mempersoalkan secara rinci tentang bagaimana seandainya jika ia berada di syurga. Cukuplah baginya mengetahui bahwa dengan masuknya seseorang di jannah atau syurga maka lenyaplah segala  kesusahan dan penderitaan yang telah ia alami selama di dunia, dan berubah menjadi kebahagiaan yang kekal selama-lamanya.
 
Di dalam jannah terdapat segala apapun yang diingini oleh hati dan sedap di pandang mata. Semuanya identik dengan kenikmatan dan kelezatan, tak ada yang membuat susah. Sehjingga tatkala pertama kali masuk, mereka telah mengetahui dimana rumahnya di jannah, tanpa harus mencari atau bertanya-tanya. Bahkan, mereka lebih hafal rumahnya di syurga daripada rumahnya di dunia.
Ketika Allah menyebutkan segala keindahan dan kesenangan yang ada di jannah maka itu berlaku umum baik laki-laki maupun wanita, seluruhnya mendapatkan kenikmatan-kenikmatan tersebut. 

Kamis, 14 Juni 2012

Ayah


Ayah
Oleh: Nurlaila Sarah Fatimah

Pak Baba, begitulah masyarakat sekitar memanggilnya. Pria paruh baya yang memiliki nama asli Hasan Ibrahim ini duduk terpaku di tengah rumah yang telah berdiri kokoh sejak 41 tahun yang lalu, yaitu satu tahun lebih muda dari anak pertamanya. Pria ini biasa dipanggil Pak Baba karena sejak anak-anaknya memanggilnya Baba.
Saat duduk termenung di tengah rumah, terdengarlah suara anak-anak desa yang sedang bermain di jalanan depan rumahnya. Lantas, Pak Baba pun menengok keluar untuk sekedar memastikan apa yang sedang dilakukan anak-anak tersebut.
“Ye…ye…ye… Andi  jaga…” Sahut anak-anak tersebut. Andi pun menutup matanya seraya berhitung “ satu.. dua.. tiga.. empat.. lima..”.
“Oh, ternyata mereka sedang bermain petak umpet,” Ucap Pak Baba dengan suara lirih. Jumlah anak-anak itu ada empat  orang, sama seperti  jumlah anaknya yang kini telah tumbuh dewasa.
Ia pun kembali masuk ke dalam rumah, lalu mengambil album foto yang tersimpan rapi dalam lemari. Dibukanya perlahan album itu, ia pun mulai mengusap sosok-sosok yang ada di foto. Air matanya meleleh ketika membuka lembaran demi lembaran album foto.
Ia tak kuasa menahan kerinduannya pada anak-anaknya yang dulu selalu menghidupkan seisi rumahnya dengan tawa dan tingkah mereka yang polos. Di tengah kerinduannya, Ia berucap dalam hati:
“Mana kebisingan di rumah ini yang dulu selalu memberikan kesan indah?”
“Mana keceriaan mereka saat belajar dengan diselangi permainan?”
“Mana keluh kesah mereka yang tanpa sebab itu?”
“Mana tangisan dan tawa meraka di waktu yang sama?”
“Mana tingkah mereka yang lucu saat berkejar-kejaran dan berebutan menuju ke arahku karena ingin duduk di dekatku?”
“Mana mereka yang berlarian menghampiriku saat mereka takut ataupun senang?”
“Mana senandung mereka seraya berkata ‘Baba’ saat merasa bahagia?”
“Atau panggilan ‘Baba’ dengan nada mengancam saat mereka marah?”
“Mana pula teriakan keras mereka ‘Baba’ saat jauh dariku, atau bisikan ‘Baba’ saat dekat denganku?”
Pak Baba hanya bias berucap dalam hati, karena sekarang Ia tinggal sendiri di rumah itu, apalagi setelah istrinya meninggal dunia setahun yang lalu. Sekarang Ia hanyut dalam kerinduan yang mendalam terhadap anak-anaknya. Rasanya baru kemarin anak-anaknya memenuhi rumahnya sepanjang hari. Namun, hari-hari nan indah itu pergi jauh meninggalkannya dan hanya menisakan keheningan, kepedihan serta kerinduan yang menyesakan.
Ia pun mengusap air matanya dan menutup album foto tersebut. Dengan lirih Ia kembali berucap,”Mereka sudah pergi?” Meskipun berat Ia harus menerima kenyataan itu. Kini anak-anaknya telah tumbuh dewasa dan memiliki keluarga sendiri. Anak pertamanya tinggal di seberang pulau bersama keluarganya, anak keduanya tinggal di Jerman, sedangka anak ketiga dan keempat berada di Madinah.
Satu yang Ia tekadkan dalam hatinya yang terdalam, meskipun mereka pergi jauh, tempat mereka tetaplah dalam hati dan begitu dekat.
Pak Baba masih begitu ingat akan sinar mata mereka yang ceria. Di setiap pojok rumah masih tersimpan kenangan yang tak terlupakan. Di sana masih ada bekas mainan mereka. Goresan tangan mereka di dinding, piring-piring makan kecil milik mereka, ataupun toples permen yang pernah mereka ambil diam-diam karena takut dimarahi pun masih utuh tersimpan di rumah sederhana dengan berjuta kenangan itu.
Kerinduannya pada anak-anaknya sungguh besar, hingga tak terlukiskan dengan kata-kata. Saat ini ia hanya sanggup berdo’a, semoga Rabb Yang Maha Kuasa senantiasa menjaga dan melindungi anak-anaknya.
Lalu, Pak Baba merapikan kembali album foto dan rumahnya…
Tiba-tiba,, terdengar suara orang yang mengetuk pintu dan mengucap salam…
“Assalamu’alaikum,, Baba..baba..” (Suara yang taka sing baginya).
Dengan terpogoh-pogoh ia membukakan pintu, dan ternyata telah hadir di hadapannya anak pertamanya lengkap bersama istri dan anak-anaknya. Tanpa piker panjang, ia pun langsung memeluk anak dan cucu-cucunya.
Siang yang mengharukan, seketika kerinduan dan kesedihan pun berganti dengan kebahagiaan serta keceriaan.